Sunday, April 6, 2014

Resensi Novel

 judul Novel         :               Negeri Di Ujung Tanduk

Penulis                :               Tere Liye

Penerbit              :               Gramedia Pustaka Utama

Cetakan              :               Pertama, Jakarta, April 2013


Jumlah hlm          :               360 hlm
Prolog
   Di Negeri Di Ujung Tanduk, kehidupan semakin rusak, bukan karena orang jahat semakin banyak, tapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi
   Di Negeri Di Ujung Tanduk, para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat menjadi pujaan, bukan karena tidak ada lagi yang memiliki teladan, tapi mereka memutuskan menutup mata dan memilih hidup bahagia sendirian
   Tapi di Negeri Di Ujung Tanduk, setidaknya, Kawan, seorang petarung sejati akan memilih jalan suci, meski habis darah seluruh badan, menguap segenap air mata, dia akan berdiri paling akhir, demi membela kehormatan
   Hampir setahun sudah, akhirnya sekuel kedua dari Negeri Para Bedebah keluar juga. Tere Liye melanjutkan cerita yang agak menggantung di sekuel pertama, walaupun jalan ceritanya baru. Yaitu tentang dunia politik. Kisah Thomas, di awali masih dari arena klub petarung. Kali ini Thomas mencoba go internasional, dengan bertarung melawan petarung hongkong bernama Lee. Dan seperti novel sebelumnya pula, tokoh yang dia temui di awal cerita akan memberikan kejutan-kejutan pada cerita setelahnya.
   Novel ini bersetting cerita di Hongkong, Makau, Jakarta, dan Denpasar. Namun jangan dikira ceritanya akan berhari-hari, bukan. Novel ini justru hanya menceritakan perjalanan 4 hari Thomas di kota-kota tersebut. Secara garis besar, cara bercerita dalam novel ini juga masih seperti novel sebelumnya. Menggunakan pondasi cerita kejadian nyata yang terjadi di Indonesia, kemudian dikemas dengan bumbu-bumbu yang membuat cerita sedikit menarik.
 “ Kau tahu, Thomas, masalah terbesar bangsa kita adalah: penegakkan hukum. Hanya itu sesederhana itu. Jika hukum benar-benar ditegakkan di muka bumi negeri ini, banyak masalah bisa selesai dengan sendirinya” (hlm. 113)
   Mengadopsi background cerita intrik politik di Indonesia, memberikan kita gambaran mudah untuk memahami cerita. Tokoh-tokohnya pun jika disambung-sambungkan akan mudah kita temukan kembarannya dengan pentas panggung politik di Indonesia. Mulai dari cerita sidang konvensi sebuah partai besar, Gubernur teladan yang menjadi kandidat kuat calon Presiden, hingga masalah korupsi gedung olah raga.
   Karena bercerita tentang penegakan hukum, Mafia Hukum menjadi musuh utama dalam buku ini. Yang membuat menarik adalah bagaimana Tommi bias menemukan siapa saja yang terlibat dalam lingkaran mafia hukum tersebut.
   “Begitu juga hidup ini, Thomas. Kepedulian kita hari ini akam memberikan perbedaan berarti pada masa depan. Kecil saja, sepertinya sepele, tapi bisa besar dampaknya pada masa mendatang. Apalagi jika kepedulian itu besar, seperti yang dilakukan Opa-mu terhadapku, lebih besar lagi bedanya pada masa mendatang” (hlm. 358)
   Overall, jika dibandingkan dengan Novel-novel Dan Brown memang kalah jauh. Namun, jika kita termasuk orang yang tidak pernah ketinggalan politik di Indonesia, buku ini bias menjadi bacaan menarik. Kita akan dengan mudah berandai-andai. Buku ini bias menjadi trigger angan-angan kita terhadap sebuah masalah yang terjadi di Indonesia. Kalau saja itu begini, hasilnya pasti begini. Semacam itulah.

0 komentar:

Post a Comment